DALAM NOVEL GARUDA PUTIH
KARYA : SUPARTO BRATA
1. PENYIMPANGAN BENTUK DASAR
Penyimpangan bentuk dasar yaitu
perubahan dari kosa kata asalnya dan perubahannya jarang bahkan tidak pernah
digunakan di novel-novel yang lain. Dalam novel geguritan ini banyak kata-kata
dasar yang mendapatkan imbuhan dan dalam mendapatkan imbuhan hasilnya dianggap
kurang tepat karena jarang didapati dalam sebuah bacaan, baik novel, geguritan,
atau bentuk karya sastra yang lain. Dari novel Garuda Putih karangan Suparto
Brata juga terdapat penyimpangan bentuk dasar, misalnya :
Hal. 9
: - Maca koran neng kursi ngarep kamar karo ngombe wedhang kang mentas diladekake dening jongos kuwi.
Kata yang tertulis miring diatas
dianggap menyimpangan dari bentuk dasarnya, kata diladekake mempunyai kata dasar laden.
Biasanya kata laden hanya mendapat imbuhan menjadi ladeni atau diladeni,
jika kata diladekake jarang digunakan
kata diladekake bisa saja diganti
dengan kata disuguhake.
Hal. 10
: - Cekake, tiyang nyipeng teng hotel
mriki niki, jenise pun kula semerepi kebeh.
Pada halaman kedua juga terdapat
penyimpangan bentuk dasar yaitu kata semerepi
yang berasal dari kata dasar semerap yang
berarti melihat. Kata semerepi sangat
jarang digunakan yang sering digunakan adalah kata sumerapi.
Hal. 11
: - Asal pegawean kula dados pelayan hotel saged ngramenaken dhayoh lan manager kula,
Kata ngramenaken diatas juga merupakan
penyimpangan bentuk dasar karena kata ngramenaken
lebih sering menggunakan kata ngremenaken.
- kados saniki niku, jare teng dhaerah mriki enten durjana sing adate mawi nami sandi
Garuda Putih.
Kata yang mengalami penyimpangan
bentuk dasar juga terdapat pada kata enten, kata enten mengalami penyimpangan
bentuk dasar, dari kata dasarnya wonten menjadi enten.
Hal. 12
: -sawise kandha ngono, jongos mau banjur arep nutugtake laku menyang kantoran.
Pada halaman 12 terdapat kata nutugtake,
bentuk kata dasarnya adalah nutut
yang dalam bahasa indonesia artinya ikut. Kata ini seharusnya dituliskan nututake.
-Emi maspadakake kahanan dhayoh-dhayoh hotel satleraman sakupenge.
Satleraman
menjadi penyimpangan selanjutnya, kata ini jarang sekali digunakan.
Hal. 13
: -mlaku menyang teras, mripate clilengan, nyawang petamanan hotel lan njaban pekarangan.
Kata yang menyimpang dari bentuk dasar
pada halaman 13 ada kata petamanan
yang jarang digunakan, seharusnya kata petamanan
bisa diganti dengan sesawangan.
Hal.
15
: -Tiyang seking Yogya nika asmane
... Bagus... ah,
Kata seking
merupakan bentuk penyimpangam dari kata dasarnya, yang sebenarnya harus
menggunakan kata saking tetapi karena
novel Garuda Putih ini berlatarkan Jawa Timur kemungkinan besar kata seking merupakan kata logat Jawa
Timuran.
-Pantes yen di enggo memba-memba, ganti jeneng sing sajak isih gegresekan wandane.
Gegresekan termasuk kata yang menyimpang
karena kata dasarnya belum jelas dan jika digunkan dalam konteks kalimat diatas
kurang dapat dipahami oleh pembaca yang bukan dari daerah Jawa Timuran.
-Ah,
Garuda Putih melih, njenengan niku!
Penyimpangan bentuk dasar berikutnya
adalah kata melih, kata melih lebih sering diganti dengan
menggunakan kata malih, untuk kata melih juga merupakan logat Jawa Timuran.
-Urung bantal didhudhahi, diganti
sing setlikan.
Pada halaman 15 juga ada kata setlikan yang termasuk kata yang belum
jelas diketahui apa kata dasarnya. Kata tersebut juga jarang digunakan.
-Disaruwe
mengkono, Bagus Pramutih mandheg, tumoleh ndeleng kranjang pawuhan sing
kebeneran ana ing cedhake,
Kata disaruwe
sangat jarang digunakan dalam cerita, yang sering digunakan adalah diaruh-aruhi.
Hal.
18
: - Ning tunggile pancen kathah teng dhaerah mriki.
Pada halaman 18 terdapat kata tunggile
yang merupakan kata yang menyimpang dari bentuk dasarnya. Kata tunggile mempunyai kata dasar tunggal dan biasanya digunakan kata tunggale.
Hal. 25
: - Nanging, yen nganti kesuwen kejiret gulune gumantung neng jurang, mesthine ketekaken.
Ketekaken
menjadi kata yang menyimpang dari bentuk dasarnya karena kata dasarnya ketekek, dan mestinya kata tersebut
menggunakan kata ketekek saja.
Hal.
26 :
- panjelihe karo ndegeg.
Dilihat dari katanya, panjelihe
merupakan kata yang jarang digunakan.
Hal.
31
: - dereng kasumurupan polisi.
Pada halaman 31 terdapat kata
kasumurupan yang mempunyai kata dasar sumerap
dan seharusnya kata kasumurupan bisa
diganti dengan kata kasumerapan.
Hal.
37
: - Kapten Muhajir nepungake
polisi-polisi klambi preman.
Kata nepungake
seharusnya bisa diganti dengan kata nepangake
karena bentuk kata dasarnya adalah tepang.
Hal.
42
: - Rara Suwarni mringisake untukne
sedhela.
Pada halaman 42 terdapat kata untukne,
dilihat dari kata dasarnya untu, kata
untukne merupakan bentuk kata yang
menyimpang dari bentukdasarnya. Kata untukne
bisa di ganti dengan kata untune.
2. PEMENDEKAN KATA
Pemendekan kata pada novel Garuda Putih
ada beberapa. Pemendekan kata pada novel ini bisa disebabkan karena latar
belakang pengarang yang berasal dari Jawa Timur dan menggunakan kata-kata
bahasa Jawa Timuran yang akhirnya mengakibatkan pemendekan kata. Seperti
dibawah ini :
Hal. 7
: - kisinan seru marga sadurunge
tekan lawang, Si Jongos nginguk manjero maneh karo nggentak “baahdala!!” mau.
Isin marga Emi pancen ora menganggo
apa-apa!
Kata yang ditulis miring diatas
mengalami pemendekan arti dari kata asalnya adalah amarga.
Hal. 8
: Kok ya, suwe timen anggone nyang jedhing.
Kata menyang juga mengalami
pemendekan kata dari kata asalnya yaitu kata menyang berubah menjadi nyang,
mungkin dikarenakan karena logat atau dialek.
Hal. 11 : -
Rak empun, enggih ta, Den?
Pemendekan kata selanjutnya adalah kata sampun yang mengalami pemendekan kata
menjadi empun.
Hal. 12
: -sajak dudu wong sing kulina lungan lan
nginep ing hotel.
Kata lungan menjadi kata yang mengalami pemendekan kata, dengan kata
asalnya yaitu lelungan.
Hal. 13
: -klebu penere kamar-kamar sing di
tawakake dhewe mau, diawasi.
Kata klebu juga telah mengalami pemendekan kata dari kalebu menjadi klebu, mungkin
sudah menjadi logat atau dialek.
Hal. 16
: - malah sing akeh tetuku klebune
wong-wong saka liya kutha marga racake hotel dhaerah kono ora nyedhiyani
mangan, mung teh wayah esuk lan sore.
Kata klebune juga telah mengalami pemendekan kata dari kalebune menjadi klebune, yang mungkin
sudah menjadi logat atau dialek.
Hal. 16
: - Hotel klas melati.
Pada halaman 16 juga terdapat kata
yang mengalami pemendekan yaitu kata klas,
yang seharusnya menggunakan kata kelas.
Hal. 18
: - betane rak nggih mung niku ta?
Pemendekan kata selanjutnya adalah
kata betane, yang seharusnya
menggunakan kata bektane.
Hal. 27
: - “Manik! Kosik, entenana.!
Pada halaman 27 juga terdapat
pemendekan kata, kata mengko dhisik
dipendekan menjadi kosik.
Hal. 33
: - Nggih, empun. Kleresan.
Kleresan
juga merupakan kata yang telah mengalami pemendekan kata yang seharusnya
ditulis kaleresan.
Hal. 44
: - kamar nomer sewelas ... Heh, nyang
endi wong kuwi mau?
Seperti pada halaman 8, pada
halaman 44 juga terdapat pemendekan kata nyang
yang seharusnya ditulis menyang, dan
ada lagi kata endi yang seharusnya
ditulis ngendi.
3. PENGGUNAAN BENTUK ULANG
Pada novel Garuda Putih banyak sekali
penggunaan bentuk ulang, seperti dibawah ini :
Hal. 11
: - Upama kowe kepethuk thuk gapyuk karo
durjana mau, lan kowe ngerti wong kuwi digoleki polisi, apa kowe ya meneng wae?
Pada halaman 11 terdapat kata bentuk
ulang yaitu thuk gupyuk yang
berfungsi untuk menjelaskan.
Hal. 12
: - lakune megal-megol kaya macan
luwe.
Kata megal-megol digunakan dalam
menggambarkan cara berjalan seorang perempuan yang fungsinya melebih-lebihkan.
Hal. 14
: -Maridi ngomog karo mripate plirak-plirik
mrana-mrene kaya mripate wong njoget bali.
Penggunaan kata ulang yang lain
adalah plirak-plirik dan mrana-mrene yang mempunyai fungsi menyatakan sifat.
Hal. 16
: - Clilang-clileng uga nginguk
kranjang pawuhan, goleki bungkus rokok Gudang Garam sing jare di buwang.
Pada halaman 16 juga terdapat kata
clilang-clileng yang merupakan kata ulang yang menyatakan prilaku.
Hal. 19
: - kok bolak-balik kok inguki?
Bolak-balik
menjadi kata ulang yang terdapat pada halaman 19, kata ulang ini untuk
menyatakan sifat.
Hal. 24 :
- Nanging, lakune panggah, sleyat-sleyot
karo ndemeki kembang-kembang sing pada pating threngul neng pakebonan.
Penggunaan kata ulang juga terdapat
pada kata sleyat-sleyot yang berfungsi untuk menjelaskan tingkah laku
seseorang.
Hal. 30
: - ora plengah-plengeh sajak ngece
wong-wong hotel sing ngongkon.
Kata ulang selanjutnya adalah kata
plengah-plengeh yang juga menjelaskan tingkah laku seseorang.
Hal. 31
: - polisi mau oleh tugas kudu ngawat-awati glibat-glibete
wong-wong ing hotel Argadalu wiwit esuk iki.
Ada lagi kata glibat-glibete, yang merupakan kata ulang yang digunakan dalam
novel Garuda putih. Kata glibat-glibete
juga menjelaskan tentang tingkah laku seseorang.
Hal. 34
: - ning wingi ndalu piyambake omong-omong grenang-greneng
kalih tiyang jaler teng ngajeng kamar.
Penggunaan kata ulang juga terdapat
pada halaman 34 yang berbunyi grenang-greneng.
Hal. 38-39
: - Sawatara taun iki ora ana tindak kadurjanan kang di tindakake, ora ana kabar-kabure,
Kabar-kabure
menjadi kata ulang lainnya yang digunakan. Kata ini menjelaskan tentang sifat.
Hal. 40
: - ing pamrih supaya aja padha grusa-grusu
lan polisi seksi lokal kono aja nggondhok marga tekane Kapten Muhaji, sing
terus resmi candhak-kulak nggajuli mimpin nangani prekara Rajapati ing hotel
Argadalu kono kuwi.
Grusa-grusu
juga menjadi kata ulang yang mempunyai fungsi untuk menjelaskan sifat.
Hal. 40-41
: -Katitik saka sandhang panganggone sajake wong manca kutha, nanging yen di
candra saka polahe sing sajak wis tita tenan karo kahanan ing kono, babar pisan
ora nggatekake sesawangan utawa ora ragu pilah-pilih
tujuane laku, dheweke kuwi wong sing pomah banget karo papan kono.
Pada halaman 40 juga terdapat
penggunaan kata ulang yang berfungsi menjelaskan perilaku seseorang yaitu kata pilah-pilih.
Hal. 41
: - Dadi, beda karo wong sing akeh sumebar ing laladan kutha pegunungan
pariwisata kono sing gampang di bethek alas-usule,
bocah wadon iki rada seje.
Kata asal-usule juga merupakan kata ulang yang menyatakan keterangan
yang terdapat pada novel Garuda Putih.
-tekan ngarep warung utawa ngarep hotel, panggah tanpa gendhulak-gendhulik, dheweke menggok
mlebu menyang pekarangan hotel Argadalu.
Pada halaman 41 juga terdapat
penggunaan kata ulang yang lain pada kalimat yang berbeda yang menyatakan
perilaku seseorang.
Hal. 43
: - ujare Kapten Muhajir gelang-geleng.
Gelang-geleng juga merupakan kata
ulang yang lain yang di gunakan dalam novel. Kata gelang-geleng merupakan kata
yang berfungsi menjelaskan perilaku seseorang.
Hal. 44
: - Majalah siji sing akeh gambare kuwi diolak-alik
wiwit mau esuk, isine ora klebu ngati.
Pada halaman 44 ada kata
diolak-alik yang juga merupakan kata ulang
4. PEMANFAATAN KATA MAJEMUK
Kata majemuk merupakan gabungan dua kata
yang mengakibatkan suatu kata baru. Dalam novel Garuda Putih juga terdapat
beberapa kata majemuk yang digunakan. Dibawah ini kata majemuk yang ada pada
masing-masing halaman :
Hal. 8
: - Nanging emoh yen colong jupuk.
Kata
colong jupuk merupakan kata majemuk, colong
yang berarti mengambil milik orang lain tanpa meminta ijin dan jupuk pun mempunyai arti yang sama yaitu
mengambil. Sebenarnya mempunyai arti yang sama tetapi dengan gabungan kata
tersebut mengakibatkan kata baru yang unik.
Hal. 15 :
- La, yen Garuda Putih, la kuwi kira-kira bangsane Naga Mas utawa Gagak Lodra
ngana kae, bisa dadi titikane wong.
Kata majemuk yang lainnya adalah
kata naga mas dan gagak lodra yang merupakan gabungan kata
yang menjadi satu kesatuan kata tersebut.
Hal. 16
: - Clilang-clileng uga nginguk kranjang pawuhan, goleki bungkus rokok Gudang Garam sing jare di buwang.
Pada halaman 16 terdapat kata Gudang Garam, kata gudang garam merupakan kata majemuk yang jika dipisahkan mempunyai
arti tersendiri dan gabungan kata tersebut juga mempunyai arti tersendiri yaitu
merk rokok yang di produksi di Indonesia.
Hal. 18
: - Tas gawane diseleh ing kursi, lan wong lanang anyar katon kuwi nyawang kaku-wagu marang Maridi.
Kaku-wagu
juga
menjadi kata majemuk, kaku berarti
kaku dan wagu mempunyai arti aneh.
Tetapi jika digabungkan menjadi satu kata yang menyatakan sebuah perilaku yang
aneh.
Hal. 21
: - raine lonjong endhog, poladane sumeh merak ati.
Pada halaman 21 terdapat kata
majemuk dengan kata lonjong endhog, jika
diartikan satu persatu kata-kata tersebut mempunyai arti masing-masing, dan
tidak bisa disamakan tetapi ketika menjadi satu gabungan kata, kata-kata
tersebut saling melengkapi apalagi untuk mengungkapkan bentuk muka yang oval,
seperti pada kalimat diatas.
Hal. 33
: - Nanging, ya ora waras wiris kaya
mau.
Waras
wiris juga merupakan kata majemuk, yang digunakan untuk
menyatakan rasa cemas.
Hal. 35
: - ora ana wangsulan saur manuk,
nanging kabeh padha sarujuk lan manthuk.
Kata saur manuk menjadi kata majemuk dengan kata saur sebagai kata pokok dan kata manuk hanya menjadi kata pelengkap saja, dan ketika di gabungkan
menjadi kata yang seolah tidak bisa dipisahkan.
Hal. 38
: - dheweke isih ora mudeng, kena apa hotel Agadalu iki kok di awat-awati
kanthi mligi-tliti?
Pada halaman 38 terdapat kata mligi tliti yang merupakan kata majemuk,
dengan dua kata pokok yang di gabungkan menjadi satu dengan fungsi menyatakan
ketelitian yang diharuskan.
Hal. 40
: - mula rajapati ing hotel iki ayo diurus sing temenan bebarengan saiyek saeka praya,
Saiyek
saeka praya ini merupakan kata majemuk yang
merupakan kata yang berarti sepemahaman dan sudah tidak asing lagi di kalangan
masyarakat Jawa.
Hal. 40
: - sing terus resmi candhak-kulak
nggajuli mimpin nangani prekara Rajapati ing hotel Argadalu kono kuwi.
Kata majemuk selanjutnya adalah
kata candhak kulak yang dalam kalimat diatas menjelaskan tentang tanggung jawab
seseorang.
Hal. 41
: - Rar Suwarni ora mreduli dicelathu ngalor-ngidul.
Pada halaman 41 terdapat kata
ngalor-ngidul, gabungan dari dua kata arah yang berbeda tetapi dalam konteks
ini bentukan kata majemuk diatas mempunyai arti mondar-mandir.
Hal. 42
: - Kapten Muhajir gage kandha, balik
adreng anggone kumpul rapat.
Balik adreng merupakan kata majemuk
yang menyatakan tentang prilaku seseorang.
Hal. 43
: - Serma Arifin ngurmat sigrak.
Kata majemuk selanjutnya adalah
ngurmat sigrak yang menyatakan kesiapan bawahan atau anak buah yang siap sedia
dan menghormat kepada pimpinannya.
Hal. 44
: - ujare Kapten Muhajir, tetep nungkak
krama.
Pada kata nungkak krama juga
merupakan pemanfaatan kata majemuk pada novel Garuda Putih. Walaupun mempunyai
arti yang berbeda tetapi jika di gabungkan mempunyai arti dengan satu tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar